Saturday, April 24, 2010

hukum adat didesa

1. A. tidak ada
Alasan yang mendukung kenapa hukum adat didesa kami tidak ada yang asalnya ada.
1. Karena hukum adat merupakan hukum yang bersifat tidak tertulis sehingga mengakibatkan hukum tersebut mudah untuk digantikan karena sudah tidak relevan dengan kebutuhan manusia pada zaman-zaman modern yang kemudian digantikan dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh UUD 45. Yang mana hukum itu menjelaskan, bahwa pemerintahan desa hendaknya menerapkan norma-norma yang telah ditetapkan oleh UUD 45
2. Karena hukum adat bersifat dinamis maksutnya bahwa adat itu dalam perkembangannya sejalan dan seirama dengan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Namun sifat dinamis dalam hukum adat tidak berati bahwa hukum adat berkembang secara liar tanpa memperhatikan asas-asas yang ada dan mengabaikan begitu saja segala sesuatu dari masa yang silam. Akan tetapi perkembangan itu tidak diimbangi dengan perubahan zaman yang begitu cepat yang terjadi didunia global ini sehingga kebutuhan masyararakat tentang penegakan norma-norma hukum lebih pada norma-norma yang tekstualis.
3. Bersifat luwes, ketentuan-ketentuan hukum adat sebagai hukum yang bersumber dalam kehidupan masyarakat yang selalu mengalami perkembangan masyarakat yang bersangkutan. Hal demikian sangat muda sekali hukum adat bisa diganti dengan hukum yang telah diatur oleh UUD 45 yang mengatur tentang perdes ( peraturan desa ).

B. Hukum pada dasarnya merupakan expresi atau pernyataan dalam pikiran atau perasaan dari manusia tentang adil dan tidak adil yang tumbuh dalam masyarakat. Wujud kongkrit dari hukum adalahbrupa kaida. Jadi, didalam atau dengan kaida, ditentukan mana yang adil dan mana yang tidak adil. Didalam menentukan mana yang adil dan mana yang tidak adil berarti menilai dalam tata hukum sebagai keseluruhan adalah merupaakan penilaian atau merupakan perwujudan tata nilai ( sistem of values ).
Kata “Adat” pada dasarnya merupakan kata yang brasal dari bahasa arab, yang pada mulanya berarti kebiasaan yang kemudian diterjemahkann mejadi”adat” adalah merupakan pencerminan dari pada kepribadian, disamping, adat juga merupakan sala satu penjelmaan jiwa dari masyarakat yang bersangkutan dengan kata lain bahwa, adat adalah kebiasaan masyarakat dan kelompok-kelompok masyrakat yang lambat laun menjadikan adat itu sebagai adat yang seharusnya berlaku bagi semua anggota masyarakat .
Hukum adat adalah segala yang tercantum dalam keputusan-keputusan penguasa adat didalam berbagai persekutuan hukum adat yaitu keputusan-keputusan yang diadakan oleh rapat desa, pemuka agama dan lain-lain. Keputusan-keputusan itu dipertahankan oleh para penguasa adat karena mengandung anasir-anasir tata tertib adat. Hukum adat juga bisa disebut sebagai seperangkat norma dan aturan kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah tertentu.
2. A. Watak hukum adat
1. Hukum adat tidak tertulis dalam arti tidak terkodifikasikan. Yang menjadi pertanyaan dalam benak kami. Apakah hukum adat itu akan menampakan dirinya sebagai hukum yang tertulis atau tidak ?.
Hal demikian masih menjadi pro dan kontra diantara para ahli diantaranya ada yang menyetujui dan ada yang tidak dengan alasan yang bermacam-macam. Pendapat yang menyetujui tentang adanya kodifikasi hukum adat seperti Prof. Mr.C. Van Vollen Hoven, sedangkan sarjana yang lain menentang adanya kodifikasi hukum adat terutama mengajukan alasanya dengan meninjau bagaimana sikap hukum terhadap manusia.
Dapat kita fahami dari perpedaan sudut pandang yang dikemukakan oleh para ahli. Bahwa ketika hukum adat dikodifikasikan nanti ada persamaan dengan hukum barat yang telah terkodifikasi dalam artian bahwa Hukum Barat yang terkodifikasi memandang manusia sebagai orang yang cerdik dan selalu berpamrih untuk menguntungkan dirinya sendiri. Oleh karena itu perlu adanya ketentuan-ketentuan hukum yang yang tegas dan terperinci. Tegas artinya dengan perkataan yang terang, sehingga mengelakan perkataan yang berbeda-beda. Terperinci artinya mengatur dengan teliti segala hal sampai kepada yang khusus untuk menghindarkan perselisihan. Jadi jelas bahwa tujuan utama dari kodifikasi itu hanyalah untuk memperoleh kepastian hukum.
Berbeda dengan hukum adat, hukum adat tidak memerluikan kodifikasi, maka wilayah kajian hukum adat hanyalahcukup menyadarkan diri pada azas-azas menganai keadilan dan kepatuhan yang hidup dalam masyarkat jadi bukan pada ketentuan-ketentuan yang tegas dan terperinci.
2. Bahwa hukum adat tidak memerlukan kodifikasi hanyalah tepat apabila masyarakat Indonesia itu statis dan hukum adanya merupakan hukum yang tradisionalis. Akan tetapi ternyata hukum adat dan masyarakat Indonesia kelihatannya tetap dinamis. Artnya berkembang dan bergeraknya hukum adat itu sesuai dengan gerakan dan kemajuan masyarakat menurut zamanya. Jadi sudah barang tentu orang –orang Indonesia yang hidup sekarang ini sudah barang tentu berbeda dengan orang-orang Indonesia yang hidup tiga per empat abad yang lalu. Jadi kebaikan hukum adat untuk dikodifikasikan dalam rangka untk memudahkan bagi orang-orang yang ingin mengetahui apa, mengapa, dan bagaimana hukum adat…? Oleh karena itu sangat penting sekali apabila hukum adat dikodifikasikan agar apa yang menjadi ketetapan dari norma-norma tang sudah ditetapkan.
3. Elastis artinya dapat menyesuaikan diri pada permintaan masyarakat sewaktu-waktu, tempat tanpa mengubah sisyem dam lembaganya. elastisitasnya hukum adat dapat kita lihat dari pada perkembangan hukum adat sendiri meskipun dipengaruhi berbagai norma-norma yang lain namun hukum adat bisa menyesuaikan dan menerima norma-norma yang terkandung diluar norma hukum adat dengan menyesuaikan masyarakat yang ada pada masanya.
4. Hukum adat adalah hukum yang dinamis, artinya hukum ada bisa berubah dengan cepat tanpa menimbulkan keteganggan dengan adat-adat yang lampau. Maksuntnya adaalah meskipun zaman mulai brkembang dengan cepat namun hukum ada tetap bersifat dinamis yaitu bisa menysuaikan keadaan dimana hukum itu dterapkan.
5. Hukum adat tidak terdiri dari dan kaidan kaidah-kaidah terperinci bagi suatu persoalan hukum yang kongkrit, melainkan hanya memberikan garis besarnya saja ketentuan demikian itu sebenarnya hanya merupakan wadah bagi sejumlah perbuatan hukum yang kongkrit sehingga rangkaian perbuatan yang dapat diasukkan sesuai dengan jenisnya, dimasukkan dalam wadah tertentu, sehingga wada itu dapa diterima sebagai azaz dari pada hukum adat.
6. Hukum adat itu memberikan kebebasan yang luas kepada penguasa adat atau penguasa hukum. Dalam memberikan keputusan yang kongkrit artinya dengan adanya putusan penguasa adat telah mengusahakan perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat telah memperoleh perwujudannya
3. Sis tem hukum adat
1. System hukum adat tidak mengenal adanya perbedaan adanaya hak zakelijk ( hak perdata ) dengan hak personlijk ( hak orang )
ak zakelijk ( hak perdata ) yaitu : keseluruhan hak yang ada pada seseorang untuk langsung menguasai suatu benda. Hak ini berlaku pada siapapun dan dimana pun benda itu berada.
personlijk ( hak orang ) yaitu: hak yang ada pada seseoreang agar orang lain bisa berbuat hak ini berlakku pada beberapa orang/seporang.
2. System hukum adat tidak mengenal adanya perbedaan antara hukum publik dengan hukun privaat
Maksutnya adalah apakah itu hukum Publik atau hukm privaat tidakl;ah dengan tegas dibedakan karena keduanya merupakan satu kesatuan yang terjalin. Oleh karena itu untuk mempertahankan selalu kemungkinanan turut campurnya penguasa adat.
3. System hukum adat tidak membagi bagi pelanggaran hukum dalam golongan yang bersifat pidana yang harus diperiksa oleh hakim pidana dan pelanggaran yang bersifat perdata yang harus diadili oleh hakim perdata sebagaimana yang telah tersebut oleh hukum barat.
4. System hukum adat ialah segala perbuatan-perbuatan atau keadaan-keadaan yang didalanya terdapat sifat-sifat yang sama,maka diberi perbuatan yang sama pula, tanpa memandang apakah Hukum Adat ialah segala perbuatan-perbuatan ataupun keadaan-keadaan yang di dalamnya terdapat sifat-sifat yang sama, maka diberi perbuatan yang sama pula, tanpa memandang apakah perbuatan (keadaan itu mengenai orang/barang), misalnya sebutan hutang yaitu diartikan sebagai segala perbuatan kredit (tidak kontan); kontan artinya perbuatan dua pihak yang serentak.
Pengertian hutang itu meliputi perbuatan, budi, barang, uang, pekerjaan (hutang budi, hutang darah).
Pengertian kawin gantung adalah perkawinan yang belum diresmikan. Sawah gantungan bisa diartikan sawah yang belum diadakan balik nama. Gantungan ialah segala keadaan yang belum tetap.
Kalau pengertian panjar adalah alat pengikat untuk suatu perbuatan yang sudah dijanjikan. Dijanjikan tidak dijadikan apakah mengenai:
Orang dalam hal perkawinan dan lain sebagainya.
5. ialah adanya perbuatan hukum disyaratkan agar supaya terang, artinya segala perbuatan hukum tanpa suatu tanda yang konkrit diterima sebagai sesuatu yang tidak mengikat. Misalnya saja orang menggarap tanah yang dibuka dari bagian hutan, agar supaya perbuatan itu menjadi terang, maka lebih dahulu harus memberi tanda. Tanda bisa beraneka ragam umpamanya pagar , selokan, galah-galah dan lain-lainnya..
6. Sistim yang ke enam ini kadang-kadang menimbulkan kesalah fahaman di kalangan para sarjana hukum bangsa Belanda yang masih belum mengetahui dengan tepat maknanya. Sehingga sering sesuatu istilah Hukum Adat disalin begitu saja ke dalam bahasa Belanda. Misalnya istilah jual disalin dengan “verkopen”; sewa dengan istilah “huren”, istilah gadai disalin menjadi “pand”. Padahal istilah jual menurut Hukum Adat adalah pengoperan hak dari seseorang kepada orang lain dan merupakan perbuatan kontan; sedangkan istilah verkopen dari bahasa Belanda itu beru merupakan perbuatan yang bersifat obligatoir yaitu perbuatan yang menimbulkan suatu perikatan.
7. Sistim ke tujuh yaitu bahwa perumusan dalam suatu masalah sering kali dilakukan secara poetez. Poetez artinya perbuatan hukum yang kurang patut apabila dinyatakan secara langsung, sehingga perumusan sesuatu masalah dinyatakan secara yang dapat diterima dengan patut, jadi dengan cara sindiran atau pura-pura
4. Sifat hukum adat
Hukum adat berbeda dengan hukum bersumberkan Romawi atau Eropa Kontinental lainnya. Hukum adat bersifat pragmatisme –realisme artinya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang bersifat fungsional religius, sehingga hukum adat mempunyai fungsi social atau keadilan social. Sifat yang menjadi ciri daripada hukum adat sebagai 3 C adalah:
1. Commun atau komunal atau kekeluargaan (masyarakat lebih penting daripada individu);
2. Contant atau Tunai perbuatan hukum dalam hukum adat sah bila dilakukan secara tunai, sebagai dasar mengikatnya perbuatan hukum.
Congkrete atau Nyata, Riil perbuatan hukum dinyatakan sah bila dilakukan secara kongkrit bentuk perbuatan hukumnya. Dengan perspektif perbandingan, maka ke dua ciri dapat ditemukan dalam hukum yang berlaku dalam masyarakat agraris atau pra industri, tidak hanya di Asia tetapi juga di Eropa dan Amerika.bahwa sesungguhnya hukum adat bukan khas Indonesia, namun dapat ditemukan juga di berbagai masyarakat lain yang masih bersifat pra industri di luar Indonesia.
Hukum adat sebagai hukum tak tertulis juga memiliki kekurangan dan kelebihan sebagaimana manusia itu sendiri. Karena bagaimanapun juga karena hukum tak tertulis merupakan bentukan manusia. Memang selama ini aturan tidak tertulis sering dianggap tidak menjamim kepastian hukum karena dalam menyelesaikan suatu masalah aturan yang dipakai dapat diterapkan berbeda. Lain dengan undang-undang yang memperlakukan semua orang sama dihadapan hukum. Padahal hal tersebut belum tentu baik, tidak selamanya seseorang melakukan perbuatan dengan motif dan alas an yang sama. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh hukum tertulis Hukum tak tertulis sering dianggap tidak konsisten karena dapat berubah sewaktu-waktu sesuai kepentingan yang menghendakinya. Bagi kami hal ini sangat bagus karena akan menjamin rasa keadilan bagi masyarakat. Hukum tertulis selama ini selalu tertinggal dari fenomena yang muncul dalam masyarakat. Untuk itulah hukum tak tertulis melakukan back up terhapad undang-undang. Dalam kaitannya dengan kesadaran dan kepatuhan hukum, terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara hukum adat dengan hukum positif.
Kesadaran masyarakat adat terhadap norma-norma baik dan buruk adalah secara sukarela sebagai akibat adanya kewajiban moral tadi, sedangkan kesadaran hukum manusia modern adalah karena adanya sifat memaksa dari hukum tersebut. Dengan demikian, kepatuhan hukum masyarakat modern-pun bukan karena di junjung tingginya aturan-aturan hukum, tetapi lebih disebabkan oleh ketakutan terhadap sanksi atau ancaman yang diberikan oleh hukum. Pada dasarnya hukum adat dipatuhi karena Hukum adat berasal dari masyarakat itu sendiri. Konsekwensinya adalah masyarakat harus mematuhi aturan tersebut. Sesuai dengan jiwa dan rasa keadilan yang dimiliki oleh masyarakat Memiliki akibat hukum yang apabila tidak ditaati akan menimbulkan sanksi bagi para pelakunya. Walaupun tidak tertulis namun hukum adat mempunyai akibat hukum terhadap siapa saja yang melanggarnya. Norma-norma dan nilai-nilai yang ada di dalam hukum adat sangat dipatuhi dan dipegang teguh oleh masyarakat adat. Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.
3. A.
B. faktor internal yaitu faktor individu perorangan yang mempengaruhi dalam proses perkembangan hukum adat di suatu wilayah tertentu.
Faktor eksterna yaitu Ada empat faktor Eksternal yang penting yang mempengaruhi perkembangan hukum Adat. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Magi dananimisme
2. Agama
3. Kekuasaaan yang lebih tinggi dari persekutuan hukum ada dan
4. Hubungan dengan orang-orang ataupun kekuasaan asing.
1. Faktor magi dan animism yaitu Pada masyarakat hukum adat, faktor magi dan animisme ini pengaruhnya begitu besar dan tidak atau belum dapat terdesak oleh agama-agama yang kemudian datang. Hal ini terlihat dalam ujud pelaksanaan-pelaksanaan upacara adat yang bersumber pada kepercayaan kepada kekuasaan atau kekuatan gaib yang dapat dimohon bantuannya.
2. Faktor Agama yaitu Adanya pengaruh dari agama-agama yang masuk kemudian ke Indonesia dan dianut oleh masyarakat hukum adat bersangkutan, seperti agama Hindu, agama Islam, dan agama Kristen.
3. Faktor kekuasaan yang lebih tinggi dari persekutuan hukum adat yaitu Kekuasaan yang lebih tinggi dari persekutuan adat ini adalah kekuasaan yang mempunyai wilayah yang lebih luas dari persekutuan hukum adat seperti Kerajaan dan Negara.
4. Hubungan dengan orang-orang ataupun kekuasaan asing yaitu Faktor ini sangat besar pengaruhnya. Bahkan kekuasaan asing ini yang menyebabkan hukum adat terdesak dari beberapa bidang kehidupan hukum. Selain itu, alam pikiran Barat yang dibawa oleh orang-orang asing (Barat) ke Indonesia dan kekuasaan asing dalam pergaulan hukumnya, sangat mempengaruhi perkembangan cara berpikir orang Indonesia. Sebagai contoh dapat dikemukakan proses individualis yang sering di kota-kota yang berjalan lebih cepat dari pada masyarakat di pedesaan.
4 A. Dewasa ini, hukum adat yang menjadi salah satu pranata sosial masyarakat adat kembali eksis, karena hukum adat, oleh sebagian besar masyarakat adat diyakini mampu memelihara tatanan kehidupan sosial masyarakat dalam komunitas masyarakat adat. Dalam kiprahnya, hukum adat adalah sebagai lembaga dimana masyarakat adat mencari keadilan layaknya peradilan yang dimiliki oleh negara. Negara jelas mengakui keberadaan masyarakat adat beserta pranata-pranata sosial yang berlaku pada tiap komunitas masyarakat adat, bahkan hukum negara menempatkan hukum adat sebagai mitra, dengan harapan bahwa segala bentuk pelanggaran yang mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban dilingkungan komunitas masyarakat adat dapat diselesaikan oleh, dan dengan cara-cara yang berlaku dimasyarakat adat itu sendiri. Artinya, ruang bagi masyarakat adat dalam mengatur tatanan kehidupan kesehariannya sudah diberikan keleluasaan untuk menggunakan segala sistem demi kebaikan, keamanan, kenyamanan dalam masyarakat adat.
B. proses terbentuknya hukum adat, sebenarnya dilatar belakangi oleh kondisi geografis, tipologi dan lain sebagainya oleh masyarakat di Indonesia. Ingat, kita (Indonesia) ini terdiri dari berbagai suku dan memiliki adat yang berbeda pula. Dalam suatu komunitas, itu memiliki rule of the game yang berbeda pula. Tapi intinya, aturan adat ini mampu mendamaikan berbagai bentuk sengketa di dalam masyarakatnya. HUKUM adat, sebenarnya dikembangkan masyarakat dalam kurun generasi tertentu yang disusun dengan tujuan untuk menghindari atau menyelesaikan sengketa, bukan sebaliknya Didalam masyarakat
Hukum adat saat ini sering tak dilirik lagi. Masyarakat lebih memilih hukum positif. Hukum adat memang sering dinilai sudah lewat atau kuno. Banyak yang menilai hukum adat adalah the things is pass. Padahal, aturan ini masih sangat efektif di tengah masyarakat dan masih diyakini mampu menjadi solusi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat saat ini. Khususnya bagi komunitas yang memiliki persamaan budaya. Jadi jika ada masyarakat memiliki sengketa, maka harus diselesaikan dulu secara hukum adat. Jangan semua persoalan itu dibawa untuk dipengadilankan. Masyarakat sendiri memiliki cara tersendiri untuk mengatasi masalahnya sendiri. Pertanyaannya, kenapa mesti dipengadilankan, jika masyarakat mampu menyelesaikan secara adat. Kenapa harus ada saling tuntut menuntut di pengadilan. Perlu diketahui, jika masalah sudah sampai di pengadilan, ujung-ujungnya ada yang menang dan ada yang kalah. Buntutnya, atas hasil ini tentu akan menimbulkan persoalan baru lagi di tengah masyarakat, khususnya yang bersengketa. Beda ketika masalah ini diselesaikan dengan secara hukum adat tak ada definisi itu (menang atau kalah). Nah, kalau tak ada yang menang dan tak ada yang kalah, maka itu berarti ada win-win solution. Kalau ada win-win solution, berarti yang bersengketa bisa hidup harmonis. Intinya, hukum adat mampu menyelesaikan sengketa dan mencegah timbulnya konflik berkelanjutan. Masalah hukum positif atau hukum nasional, idealnya harus menjadi jalan terakhir jika hukum adat tak bisa mendamai kannya.




No comments:

Post a Comment