Friday, April 23, 2010

syirkah (perserikatan)



A. Latar belakang
Dalam syariat Islam disyariatkan adanya suatu percampuran antara uang dan modal dan bisa dikatakan perserikatan antara dua orang atau lebih untuk melakukan kerjasama dalam hal pembelian, pemilikan kerugian dan keuntungan, dari kesemua itu tidak luput dengan adanya suatu syarat untuk melakukan hal tersebut.
Dalam syirkah (perserikatan) pada bab ini banyaknya syirkah yang tertera di dalamnya diantaranya syirkah mufawadha, syirkah inan, syirkah abdan dan syirkah wujuh yang didalamnya merupakan pembahasan tentang dua orang atau lebih yang mencampurkan hartanya untuk mereka perdagangkan.
Yang mana kesemua jenis-jenis itu sudah ada pada zaman nabi dan para sahabat. Semua berkecimpung dalam hal seperti ini. Oleh karena itu akan dibahas lebih lanjut dalam bab selanjutnya.

B. Rumusan masalah
Dari uraian dan mengacu pada aspek-aspek di atas dapat disimpulkan menjadi beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan syirkah ?
2. Landasan-landasan hukum syirkah?
3. Apa macam-macam syirkah?
4. Pandangan ulama’ tentang hukum syirkah ?
5. Bagaimana terjadinya pembubaran syirkah ?






BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian syirkah
Syirkah menurut lughat adalah percampuran. Sedangkan menurut istilah yakni percampuran dua orang atau lebih guna untuk memperoleh hak yang sama dan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu yang bersyirkah.
Perserikatan di atas antara dua orang atau lebih dengan bertujuan guna mendapatkan hak atas sesuatu, memiliki sesuatu dan untuk melakukan sesuatu pekerjaan tertentu sesuai dengan adanya kesepakatn antara kedua belah pihak yang lain.
Menurut rumusan lain juga disebutkan bahwa syirkah menurut madzhab hanafi adalah akad antara orang arab yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan.
Dengan adanya pendefinisian syirkah di atas bisa dikatakan bahwa syirkah itu adalah kerjasama antara dua orang atau lebih untuk bertujuan berbagi, baik itu modal maupun keuntungan dari kedua belah pihak tersebut dan adanya suatu perjanjian antar kedua belah pihak yang harus dipenuhi.

B. Landasan hukum syirkah
Syirkah disyariatkan baik dalam kitabullah maupun sunnah Nabi. Di dalam kitabullah Allah berfirman:
فَهُمْ شُرَكَاء ُ فِى الثُّلُثِ
“maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga” (an-Nisa’: 12)
وَاِنَّ كَثِيْرًا مِنْ الْخُلَطاَءِ لِيَبْغِى بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ اِلاَّ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا وَ عَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيْلٌ مَا هُمْ
“ dan sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu sebagaian mereka berbuat dzalim kepada sebagaian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan amat sedikit dari mereka ini” (as-Shad: 24)
Di dalam as-Sunnah, Rasulullah SAW bersabda:
اَنَا ثَالِثُ الشَّرِيْكِيْنِ مَالَمْ يُغْن اَحَدُ هُمَا صَاحِبَهُ فَاِنْ خَانَ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا
“aku ini ketiga dari orang yang berserikat, selama salah seorang mereka tidak menghianati temannya. Apabila salah seorang telah berhianat terhadap temannya maka aku keluar dari antara mereka” (H.R. Abu Dawud dan Abu Hurairah)
وَمَنْ عبدالله بن مسعود رضى الله تعالى عنه قال : اشتركت انا و عمّار و سعد فيما يصيب يوم بد ر
“ Abdullah bin mas’ud r.a menceritakan “saya pernah berserikat bersama dengan Ammar dan Sa’ad mengenai bagian kami dari rampasan perang badar”
وعن السائب المخزومي رضى الله عنه انه كان شريك النبى صلى الله عليه و سلم قبل البعثة فجاء يوم الفتح فقال مرحبا بأخى و شريكى
“Saib makhzumi r.a menceritakan bahwa ia pernah menjadi anggota koperasi bersama nabi SAW sebelum beliau di angkat menjadi rasulullah. Maka pad waktu futuh makkah ia dating menemui Nabi SAW lalu beliau menyambutnyaselamat dating untuk saudaraku (seagama) dan sesama-sama anggota syarikatku”

C. Macam-macam syirkah
Secara umum (global) syirkah dapat dibagi dalam dua kategori yakni syirkah amlak dan syirkah ‘uqud. Dari dua macam syirkah inilah maka berkembang menjadi beberapa macam lagi. Syirkah amlak ialah bahwa lelah dari satu orang memiliki sesuatu jenis barang tanpa akad.
Sedangkan syirkah ‘uqud yaitu bahwa dua orang atau lebih melakukan akad untuk bergabung dalam suatu kepentingan harta dan hasilnya berupa keuntungan. Adapun macam-macam syirkah ‘uqud ini ada beberapa macam antara lain:
1. Syirkah ‘inan
Yang dimaksud syirkah ‘inan adalah perserikatan dalam urusan harta oleh dua orang bahwa mereka akan memperdagangkan dengan di bagi dua. Dalam syirkah ini disyariatkan samanya jumlah modal demikian juga wewenang dan keuntungan.
Syirkah ‘inan ini mempunyai beberapa syarat antara lain:
- Baligh (dewasa)
- Semua modalnya dipersatukan dengan beberapa uang/ barang yang diuangkan.
- Diadakan ikrar perjanjian bahwa modal-modal itu diperdagangkan
- Ditentukan untung atau ruginya
- Ditentukan lapangan pekerjaannya
2. Syirkah mufawadhah
Syirkah mufawadhah adalah bergabungnya dua atau lebih orang untuk melakukan kerja sama dalam satu urusan dengan ketentuan syarat-syarat sebagai berikut:
- Samanya modal masing-masing
- Mempunyai wewenang bertindak yang sama
- Mempunyai agama yang sama
- Bahwa masing-masing menjadi si penjamin lainnya atas apa yang ia beli dan ia jual.
Sedangkan sifat-sifat syirkah mufawadhah ini menurut malik adalah bahwa tiap-tiap partner menegosiasikan (memuafadhahkan) temannya akan tindakannya baik waktu adanya kehadiran partner atau tidak sehinggag dengan demikian kebijaksanaan ada di tangan masing-masing.
3. Syirkah abdan
Syirkah abdan ialah bersekutunya dua orang atau lebih untuk mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan syarat keuntungan dan kerugian dipikul bersama. Syirkah ini disebut juaga dengan syirkah amal (syirkah kerja) atau syirkah abdan (syirkah fisik) atau syirkah sana’i (syirkah para tukang) atau syirkah taqabbul (syirkah penerimaan).
Jenis-jenis syirkah ini sudah ada pada zaman nabi dan sejumlah sahabat juga pernah berkecimpung dalam hal seperti ini. Mereka berserikat untuk membeli bersama. Adapun persyaratan akad dan di baurkan, tidak ada sumber yang dapat dipegang. Demikian juga tidak mengapa salah satu dari dua orang mewakilkan yang lain untuk meminjam milik berdua seperti yang diistilahkan dengan syirkah wujuh. Tetapi syarat-syarat yang mereka sebutkan tidak ada sumbernya.
4. Syirkah wujuh
Syirkah wujuh yaitu bahwa dua orang atau lebih membeli sesuatu tanpa ermodalan yang ada hanyalah berpegang pada nama baik mereka dan kepercayaan para pedagang terhadap mereka dengan catatan bahwa keuntungan untuk mereka. Syirkah ini adalah syirkah tanggung jawab tanpa kerja dan modal.

D. Hukum syirkah
Mengenai hukum syirkah ‘inan, semua ulama’ (maliki, hambali, hanafi, dan syafi’i) sepakat tentang adanya syirkah yang berbentuk ‘inan. Sedangkan syirkah mufawadhah menurut madzhab maliki dan hanafi membolehkannya, sementara Syafi’i tidak membolehkannya karena jenis akad ini tidak ada ketentuannya dalam syari’at, lebih-lebih lagi tercapainya kesamaan (seperti yang ada di persyaratan akad mufawadhah).
Adapun syirkah abdan, Syafi’i berpendapat bahwa syirkah model ini adalah batil, karena menurutnya syirkah itu khusus menyangkut masalah uang dan kerja. Akan tetapi menurut imam maliki, hanafi, dan hambali membolehkannya baik itu berbeda bidang atau tidak.
Sedangkan syirkah wujuh menurut hanafi dan hambali dibolehkan, karena suatu bentuk pekerjaan. Dengan demikian syirkah dianggap sah, dan untuk syirkah ini dibolehkan berbeda pemilikan dalam sesuatu yang dibeli sehingga nanti keuntungan menjadi millik mereka sesuai dngan bagian masing-masing (tanggung jawab masing-masing). Akan tetapi Syafi’i menganggap syirkah ini batil, begitu juga maliki, karena yang disebut syirkah hanyalah dengan modal dan kerja. Sedangkan kedua unsur ini di dalam syirkah wujuh tidak ada.

E. Pembubaran syirkah
Menurut Abu Sujak akad syirkah adalah akad yang dibolehkan dari dua pihak. Masing-masing pihak dapat membubarkan akadnya sewaktu-waktu, karena akad syirkah itu adalah akad yang memberi kemanfaatan, karena itu wewenang untuk membubarkannya sebagaimana wakalah.
Sebagai masing-masing kongsi dapat membubarkan akad, maka masing-masing kongsi juga dapat memecat dirinya sndiri dan memecat kongsinya dari hak perdagangan.
Maka seandainya salah satu orang berkata pada yang lainya “aku memecat kamu dari hak dagang”, maka kongsi yang diajak bicara itu terpecat hak dagangnya, sedangkan yang memecatnya itu tetap mempunyai hak dagang.
Seandainya salah seorang meninggal dunia, maka batallah akad syirkahnya, sebagaimana wakalah, gila dan pingsan sama hukumnya dengan mati, karena keluarnya orang gila dari keahlian boleh dagang.














BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Syirkah itu adalah kerjasama antara dua orang atau lebih untuk bertujuan berbagi, baik itu modal maupun keuntungan dari kedua belah pihak tersebut dan adanya suatu perjanjian antar kedua belah pihak yang harus dipenuhi. Sedangkan landasan hukum syirkah sudah ada baik dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah.
Secara umum (global) syirkah dapat dibagi dalam dua kategori yakni syirkah amlak dan syirkah ‘uqud. Dari dua macam syirkah inilah maka berkembang menjadi beberapa macam lagi. Adapun pandangan ulama’ mengenai hukum syirkah ini sangat bervariasi tergantung jenis-jenis syirkah tersebut. Namun pada dasarnya syirkah itu mubah bahkan dianjurkan, karena mempunyai banyak faedah.
Dalam pembubarannya kedua belah pihak dapat membubarkan akadnya sewaktu-waktu, karena akad syirkah itu adalah akad yang memberi kemanfaatan, karena itu wewenang untuk membubarkannya sebagaimana wakalah

B. Saran
Dalam syirkah mempunyai banyak manfaat baik bagi perekonomian bangsa, agama dan terlebih lagi bagi masyarakat, oleh karena itu diharapkan bagi semua pihak untuk memperhatikan masalah tersebut terlebih lagi mengkaji dan mengembangkan bidang tersebut.
Demikian, semoga makalah ini bermanfaat baik bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang konstruktif tetap kami harapkan, terima kasih.





DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Rusyd. 1996. Bidayatul Mujtahid. jilid V. Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah.
Sayyid Sabiq. 1987. Fikih Sunnah. Bandung: PT. Al-Ma’arif
Sudarsono. 1992. Pokok-Pokok Hukum Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
Sujuti, Mahmud. 1988. Fiqh. Surabaya: Sinar Wijaya.
Taqiyuddin, al-Imam. 1994. Kifayatul Ahyar. Beirut: Daar al-Fikr.

No comments:

Post a Comment